Friday, August 5, 2011

Proklamasi dalam Naungan Ramadhan

            17 Agustus 1945 merupakan hari, bulan, dan tahun dimana sebuah kata yang merupakan lambang kemerdekaan lantang diucapkan, Dialah Proklamasi. Di hari mulia tersebut, momen yang menjadi tonggak sejarah bagi cucu dan cicit bangsa Indonesia terjadi. Setelah pengorbanan dan perjuangan agung digelar, tibalah jua puncak titian harapan bangsa, sebuah kemerdekaan.

            Tidak seperti Negara lain yang merayakan kemerdekaanya dengan penuh semangat kemewahan duniawi, pesta besar, euphoria, dan aneka perayaan, pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia diwarnai dengan upacara khidmat dan berlangsung dengan lentera kesederhanaan. Proklamasi kemerdekaan Indonesia cenderung tidak mengarah pada sebuah loyalitas jasmani dan fisik negeri belaka. Namun demikian, proklamasi mengandung banyak unsur rohanialisme dan agamis yang tinggi.
            Entah sadar atau tidak, hanya kelompok minoritas Indonesia yang mengetahui unsur spesifik pelaksanaan Proklamasi. Hal ini berarti bahwa belum banyak warga Indonesia yang tahu bahwa sebenarnya Proklamasi dilaksanakan pada bulan Ramadhan, hari jum’at (hari yang dianggap sebagai hari terbesar dan termulia dalam Islam), weton Legi (dianggap sebagai penanda hari besar dalam kalender jawa), dan tanggal 17 (tanggal yang bertepatan dengan tanggal turunnya Al-Quran).
            Dengan demikian, terang sudah terawangan masa lampau tentang keadaan masyarakat saat peristiwa proklamasi berlangsung. Masyarakat Indonesia, pejabat bahkan Presiden RI, Ir Soekarno yang mayoritas Islam kala itu melaksanakan upacara Proklamasi dalam keadaan perut kosong, dalam keadaan menahan hawa nafsu, dan dalam artian harfiah berarti berpuasa.
            Bayangkan saja, orang-orang yang terlibat dalam elegi Indonesia berjuang dalam keadaan berpuasa. Proklamasi yang begitu indah tersebut terjadi bukan saat perut kenyang, bukan saat acara liburan, namun di bulan Ramadhan, bulan dimana umat muslim dituntut lebih patuh pada perintah Allah SWT. Subhanallah, sungguh luar biasa hikmah bulan Ramadhan bagi bangsa Indonesia ini.
            Cerita ini seyogyanya mampu menampar keras-keras ulah kekanakan kita yang masih saja dimanja dengan kesenangan duniawi. Bulan puasa bukan berarti bulan bermalas-malasan, lihat para Bapak Negara kita yang mewujudkan mimpi negeri terjajah untuk merdeka di bulan Ramadhan. Pada tahun ini, kita sebagai warga Indonesia teramat beruntung bisa merasakan hari jadi bangsa Indonesia seperti keadaan yang benar-benar terjadi, dalam keadaan berpuasa.
            Makna yang ingin Saya torehkan dari penggalan fakta proklamasi tersebut ialah;
1.      Kemerdekaan sudah di tangan, kita merupakan generasi yang beruntung bisa merdeka tanpa harus merebutnya dari bangsa penjajah. Oleh sebab itu, mari mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif, membangun, dan berguna bagi masyarakat nusa dan bangsa.
2.      Proklamator dan sekutunya mampu mewujudkan sebuah mimpi bangsa yang terkubur selama berabad-abad pada bulan Ramadhan di tahun kuno, saat teknologi belum bisa memamerkan taringnya. Kini, dengan teknologi dan kemajuan super pesat, apakah tak bisa kita sebagai generasi penerus melakukan hal yang lebih besar dan lebih bersejarah?
3.      Bulan puasa bukan berarti bulan bermalas-malasan. Bulan puasa jauh memiliki ridha yang besar dibanding bulan lain. Maka dari itu, jangan pernah memberhentikan langkah dan rencana karena terhambat bulan puasa. Hal tersebut merupakan pandangan yang salah, karena banyak hal besar terjadi di bulan puasa.

No comments:

Post a Comment